SALEP
SALEP
A. Pengertian salep
Salep adalah sediaan setengah
padat, ditunjukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir. Namun
ada beberapa pendapat mengenai pengertian dari salep, diantaranya yaitu:
1.
Menurut scoville’s (338)
Salep adalah
sediaan semi padat yang lembut, biasanya mengandung bahan-bahan obat dan
ditunjukan untuk penggunaan luar dari badan atau membran mukosa.
2.
Menurut FI IV (18)
Salep adalah
sediaan setengah padat ditunjukan untuk pemakaian topikal pada kulit dan
selaput lendir.
3.
Menut FI III (33)
Salep adalah
sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar.
Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok.
4.
Menurut RPS 18 (1518)
Salep adalah
sediaan setengah padat yang ditunjukan untuk pemakaian luar pada kulit atau
membran mukosa. Biasanya tapi tidak selalu mengandung bahan-bahan obat.
5.
Menurut Presc (228)
Salep adalah
sebagai sediaan lemak dari konsistennya, mudah digunakan pada kulit dengan
pengocokan.
6.
Menurut Dop Cooper (192)
Salep adalah
sediaan semi padat untuk penggunaan pada kulit ata membran mukosa.
7.
Menurut Amphar (315)
Salep adalah
sediaan semi padat untuk penggunaan eksternal, seperti konsistensinya salep
dapat digunakan pada kulit dengan mudah.
8.
Menurut Lachman (532)
Salep adalah
sediaan yang umumnya disusun dari hidrokarbon cair yang dicampur dalam suatu
kelompok hidrokarbon padat dengan titik leleh yang lebih tinggi.
9.
Menurut DOM (822)
Salep adalah
suatu sediaan setengah padat yang menunjukan karakteristik aliran plastis.
B. Penggolongan
salep
Salep dapat digolongkan berdasarkan konsistensi, sifat farmakologi, bahan
dasarnya dan formularium nasional antara lain :
1. Menurut konsitensi
·
Unguenta, adalah salep yang mempunyai konsistensi seperti
mentega, tidak mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai
mentega.
·
Cream, adalah salep yang banyak mengandung air,
mudah diserap kulit suatu tipe yang mudah di cuci dengan air.
·
Pasta, adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat
padat (serbuk) suatu salep yang tebal karena merupakan penutup atau pelindung
bagian luar kulit yang diolesi.
·
Jelly/gelanoes, adalah salep yang lebih halus,
umumnya cair dan sedikit mengandung atau tanpa mokusa sebagai pelican atau
basis, biasanya terdiri atau campuran sederhana dari minyak lemak dan titik
lebur.
·
Cerata, adalah salep lemak yang mengandung
persentase lilin yang tinggi sehingga konsentrasinya lebih keras.
2. Menurut sifat
farmakologi/terapik dan penetrasinya
·
Salep epidermik (epidemic ointment, salep penutup).
Salep ini berguna untuk melindungi kulit, menghasilkan efek local dan untuk
meredakan rangsangan/anestesi local; tidak diabsorbsi; kadang-kadangg
ditambahkan antiseptic atau astringent. Dasar salep yang baik untuk jenis salep
ini adalah senyawa hidrokarbon.
·
Salep endodermik. Salep yang bahan obatnya menembus
ke dalam tubuh melalui kulit, tetapi tidak melalui kulit; terabsorbsi sebagian
dan digunakan untuk melunakkan kulit
atau selaput lender. Dasar salep yang terbaik adalah minyak lemak.
·
Salep diadermik. Salep yang bahan obatnya menembus
ke dalam tubuh melalui kulit untuk mencapai efek yang diinginkan. Misalnya,
salep yang mengandung senyawa merkuri iodide atau belladonna.
3. Menurut dasar salepnya
·
Dasar salep hidrofobik. Salep yang tidak suka air
atau salep yang dasar salepnya berlemak (greasy bases), tidak dapat dicuci
dengan air. Misalnya, campuran lemak lemak, minyak lemak, malam.
·
Dasar salep hidrofilik. Salep yang suka air atau
kuat menarik air, biasanya mempunyai dasar salep tipe o/w.
C. Fungsi
salep
Fungsi salep (Anief, 2005) antara lain :
1. Sebagai bahan aktif pembawa
substansi obat untuk pengobatan kulit.
2. Sebagai bahan pelumas pada
kulit.
3. Sebagai bahan pelindung
kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit yang dengan larutan berair dan perangsang
kulit.
D. Metode
pembuatan salep
Ada 2 metode dalam pembuatan salep, yaitu: Metode
pencampuran dan metode peleburan.
1.
Pembuatan salep menggunakan metode
pencampuran
Caranya semua
komponen salep dicampur bersama sampai sediaan himogen. Alat yang digunakan
dapat berupa mortir dan stamper.
Untuk
pencampuran bahan padat biasanya digunakan spatula logam tahan karat, atau bisa
juga digunakan spatula darii karet yang keras. Bahan obat atau bahan tambahan
lain yang berupa serbuk digerus terlebihdahulu, kemudian ditambahkan basisnya
dan diaduk sampai homogen.
Untuk
pencampuran bahan cair (cairan), penambahan bahan cairan atau larutan obat akan
mengalami kesulitan untuk basis yang berlemak, perlu diperhatikan pemilihan
basisnya. Alat lain yang digunakan adalah penggiling salep mekanik (roller
mill, colloid mill) dengan menggunakan pengaduk logam tahan karat, hasilnya
lebih halus dan rata.
2.
Pembuatan salep menggunakan metode peleburan
Semua
atau beberapa komponen dari salep dicampurkan dengan melebur bersama dan
didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental. Komponen yang
tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang mengental
setelah didinginkan dan diaduk. Bahan-bahan yang mudah menguap ditambahkan
terakhir, bila temperatur sudah turun.
Alat yang digunakan untuk metode ini untuk
skala kecil dapat digunakan cawan porselen atau gelas beker untuk mencampurnya,
dan setelah membeku dapat digosok gosokkan dengan spatula atau lumpang.
Sedangkan pada skala besar digunakan ketel uap berjaket dan setelah membeku,
salep dimasukkan dalam gilingan salep (colloid mill) untuk memastikan
homogenitasnya.
Karena titik lebur dari setiap bahan itu
berbeda, maka bahan dengan titik lebur paling tinggi dileburkan terlebih
dahulu, baru komponen lain ditambahkan pada cairan yang panas. Dengan cara ini,
maka semua komponen akan terkena temperatur yang cukup. Pemilihan titik lebur
berdasarkan titik lebur tertinggi dari bahan salep.
E. Kualitas
dasar salep
·
Stabil, selama masih dipakai mengobati maka salep
harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang
ada dalam kamar.
·
Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan
seluruh produk menjadi lunak dan homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit
yang teriritasi, inflamasi dan ekskloriasi.
·
Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang
paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.
·
Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus
kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep
tidak boleh mersak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas
obatnya pada daerah yang diobati.
·
Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi
merata melalui dasar salep padat atau cair pada pengobatan.
·
Lembut, mudah dioleskan serta mudah melespakan zat
aktif.
F. Pesyaratan
salep
1. Pemerian : tidak boleh bau
tengik.
2. Kadar : kecuali dinyatakan
lain, sebagai bahan dasar salep (basis salep) yang digunakan vaselin.
3. Homogenitas : jika dioleskan
pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan
sususnan yang homogeny.
4. Penandaan : etiket harus
tertera “obat luar”.
5. Protektif : salep-salep
tertentu yang diperuntukkan untuk protektif, maka harus memiliki kemampuan melindungi
kulit adri pengaruh luar missal dari pengaruh debu, basa, asam, dan sinar
matahari.
6. Memiliki basis yang sesuai :
basis yang digunakan harus tidak menghambat pelepasan obat dari basis, basis
harus tidak mengiritasi, atau menyebabkan efek samping lain yang tidak
dikehendaki.
7. Homogen : kadar zat aktif
dalam sediaan salep cukup kecil, sehingga di[erlukan upaya/usaha agar zat aktif
tersebut dapat terdispersi/tercampur merata dalam basis. Hal ini akan terkait
dengan efek terapi yang akan terjadi setelah salep diaplikasikan (Saifullah,
2008 : 63, 64).
G. Kriteria
dasar salep yang ideal
Suatu dasar salep yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Tidak menghambat proses
penyembuhan luka/penyakit pada kulit tersebut.
2. Di dalam sediaan secara
fisik cukup halus dan kental.
3. Tidak merangsang kulit.
4. Reaksi netral, pH mendekati
pH kulit yaitu sekitar 6-7.
5. Stabil dalam penyimpanan.
6. Tercampur baik dengan bahan
berkhasiat.
7. Mudah melepaskan bahan
berkhasiat pada bagian yang diobati.
8. Mudah dicuci dengan air.
Masalah inkompatibilitas obat (tidak tercampurkannya suatu obat), yaitu
pengaruh yang terjadi jika obat yang satu dicampurkan dengan yang lainnya.
Inkompatibilitas obat dapat terbagi atas 3 golongan :
1.
Inkompatibilitas terapeutik.
Inkompatibilitas golongan
ini mempunyai arti bahwa bila obat yang satu dicampur/dikombinasikan dengan
obat yang lain akan mengalami perubahan-perubahan demikian rupa hingga sifat
kerjanya dalam tubuh (in vivo) berlainan daripada yang diharapkan. Hasil
kerjanya kadang-kadang menguntungkan, namun banyak hal justru merugikan dan
malah dapat berakibat fatal. Segabai contoh : absorbsi dari tetrasiklin akan
terhnabat bila diberikan bersama-sama dengan suatu antasida (yang mengandung
kalsium, aluminium, magnesium, atau bismuth).
Fenobarbitaldengan MAO
inhibitors menimbukan efek potensiasi dari barbituratnya. Kombinasi dari
quinine dengan asetosal dapat menimbulkan chinotoxine yang tidak dapat bekerja
lagi terhadap malaria. Mencampur hipnotik dan sedaktif dengan kafein hanya
dalam perbandingan yang tertentu saja rasionil. Pun harus diperhatikan bahwa
mengkombinasikan berbagai antibiotik tanpa indikasi bakteriologis yang layak
sebaiknya tidak dianjurkan.
2.
Inkompatibilitas fisika
Yang dimaksudkan disini
adalah perubahan-perubahan yang tidak diinginkan yang timbul pada waktu obat
dicampur satu sama lain tanpa terjadi perubahan-perubahan kimia. Meleleh atau
menjadi basahnya campuran serbuk. Tidak dapat larut dan obat-obat yang apabila
disatukan tidak dapat bercampur secara homogen. Penggaraman (salting out).
Adsorbsi obat yang satu terhadap obat yang lain.
3.
Inkompatibilitas kimia
Yaitu perubahan-perubahan
yang terjadi pada waktu pencampuran obat yang disebabkan oleh berlangsungnya
reaksi kimia/interaksi. Termasuk disini adalah reaksi-reaksi dimana terjadi
senyawa baru yang mengendap. Reaksi antar obat yang bereaksi asam dan basa.
Reaksi yang terjadi karena proses oksidasi/reduksi maupun hidrolisa. Perubahan
perubahan warna, terbentuknya gas dll.
H. Pengawet
pada salep
Pengawet yang digunakan pada salep biasanya yaitu
hidroksibenzoat, fenol, asam benzoat, asam sorbat, amonium kuartener.
I. Penyimpanan dan pengemasan
Salep biasanya dikemas menggunakan
kemasan botol (gelas, plastik maupun porselen) atau tube (kaleng atau plastik).
Tube untuk salep mata biasanya dikemas dalam tube kaleng atau plastik kecil dan
dapat dilipat dan juga dapat menampung sekitar 3,5 g salep. Tube salep untuk
topikal digunakan ukuran 5-30 g. Dan untuk botol salep digunakan ukuran antara
½ - 1 pound atau bisa lebih.
Wadah gelas dapat berwarna gelap,
dengan tujuan melindungi obat terhadap cahaya. Keuntungan tube dibandingkan
botol yaitu pemakaian lebih mudah, mengurangi kontaminasi selama pengguaan.
Penyimpanan salep pada suhu dibawah 30⁰C, untuk mencegah melembek
(terutama untuk basis salep yang mudah mencair).
Untuk pengisian salep pada wadahnya. Pada skala
kecil, salep yang sudah ditimbang dimasukkan kedalam botol dengan memakai
spatula yang fleksibel dan menekannya ke bawah sejajar melalui tepi botol untuk
mencegah terjebaknya udara dalam b
otol.
Salep yang dibuat dengan cara peleburan, pengisian
dapat dilakukan langsung setelah dilelehkan langsung dimasukkan kedalam botol,
pembekuan akan terjadi di dalam botol.
Pada
skala besar, tube umumnya diisi dengan alat bertekanan dari bagian ujung
belakang yang terbuka (ujung yang berlawanan dari ujung tutup) dari tube, yang
kemudian ditutup dan disegel. Salep yang dibuat dengan cara peleburan dapat
langsung dimasukkan ke dalam tube. Di industri, pengisian, penglipatan,
penutupan dan pelabelan tube dilakukan dengan mesin otomatis.
J. Keuntungan
dan kerugian salep
Keuntungan salep
Misalnya salep dengan dasar salep lanonin yaitu,
walaupun masih mempunyai sifat-sifat lengket yang kurang menyenangkan, tetapi
mempunyai sifat yang lebih mudah tercuci dengan air dibandingkan dasar salep
berminyak. (Van Duin, 1947)
Kerugian salep
Misalnya pada salep
basis hidrokarbon, sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian
serta sulit tercuci oleh air sehingga sulit dibersihkan dari permukaan kulit.
Hal ini menyebabkan
penerimaan pasien yang rendah terhadap basis hidrokarbon jika dibandingkan
dengan basis yang menggunakan emulsi seperti krim dan lotion.
Sedangkan pada basis lanonin, kekurangan dasar salep ini
ialah kurang tepat bila dipakai sebagai pendukung bahan-bahan antibiotik dan
bahan-bahan lain yang kurang stabil dengan adanya air. (Van Duin, 1947)
Komentar
Posting Komentar