ANTIDIARE

 ANTIDIARE

Diare adalah suatu gejala klinis dan gangguan saluran pencernaan (usus) yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dan biasanya berulang-ulang, disertai adanya perubahan konsistensi feses menjadi lembek atau cair (Winarno & Sundari, 1996). Diare dapat bersifat spesifik, non-spesifik dan akut serta kronis, tetapi yang paling banyak dijumpai adalah diare non-spesifik (Walker, 2002). Secara umum diare terjadi karena meningkatnya motilitas usus dan gangguan absorbsi yang menyebabkan feses menjadi encer, sehingga diperlukan obat untuk memperlambat motilitas usus dan obat yang dapat mengentalkan feses (Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica, 1993).

Penderita diare dapat mengalami dehidrasi dengan gejala utama kulit menjadi keriput dan saat kulit dicubit memerlukan waktu yang lama untuk kembali ke keadaan semula. Apabila tidak segera ditolong penderita dapat menjadi lemas, pingsan, bahkan dapat meninggal. Penanganan yang cepat, mudah dan murah sangat dibutuhkan dalam penanganan diare, terutama bila terjadi di daerah pedesaan yang terpencil dan jauh jangkauannya untuk mendapatkan obat modern. Salah satu upaya untuk penanganan yang cepat, mudah dan harga terjangkau dengan penggunaan obat tradisional.

Penyakit diare dapat disebabkan oleh :

1. Infeksi virus (rotavirus, norovirus, adenovirus, astrovirus, cytomegalovirus)

2. Bakteri (E. coli, Campylobacter jejuni, Vibrio Cholera, Shigella sp, V parahaemolyticus dan lain-lain)

3. Parasit (Cryptosporidium parvum, Giardia intestinalis, Entamoeba histolytica, Dientamoeba fragilis dan lain-lain)

4. Keracunan makanan

5. Malabsorpsi

6. Alergi

7. Imunodefisiensi, dan lain lain


Obat -Obat Anti Diare

Diare viral atau diare akibat enterotoksin pada hakikatnya sembuh dengan sendirinya sesudah lebih kurang 5 hari, setelah sel-sel mukosa yang rusak diganti oleh sel-sel baru. Maka pada dasarnya tidak perlu diberikan obat, hanya bila mencretnya hebat dapat digunakan obat untuk menguranginya, misalnya dengan asam samak (tanalbin), alumunium hidroksida dan karboadsorbens. Zat-zat yang menekan peristaltik sebetulnya tidak begitu layak untuk digunakan karena pada waktu diare pergerakan usus sudah banyak berkurang, lagi pula virus dan toksin perlu dikeluarkan secepat mungkin dari tubuh.


Golongan-golongan obat diare :

1. Antisecretory dan Antimotility

Obat anti diare yang termasuk golongan Antisecretory dan Antimotility adalah; opioid dan derivatnya, alpha 2 agonis misalnya clonidine dan somatostatin. Salah satu dari opioid adalah loperamide. Loperamide merupakan turunan phenylpiperidine dengan struktur kimia yang mirip dengan agonis reseptor opiat seperti diphenoxylate. Loperamide sebagai antidiare bekerja dengan beberapa mekanisme yang berbeda, yaitu mengurangi peristaltik dan sekresi cairan. Loperamide merupakan obat agonis opiate sintetis yang dapat mengaktivasi μreceptors pada pleksus myenterik usus besar. Aktivasi terhadap receptors tersebut akan menghambat pelepasan acetylcholine sehingga terjadi relaksasi otot pada saluran cerna. Disamping itu, penghambatan terhadap acetylcholine juga menimbulkan efek anti sekretori sehingga mengurangi sekresi air dan dapat mencegah kekurangan cairan dan elektrolit

2. Adsorbent

 Beberapa contoh obat yang termasuk kelompok adsorbent adalah: bismuth subsalicylate (Pepto-Bismol), kaolin-pectin, activated charcoal, attapulgite (Kaopectate). Walaupun pemberian adsorbent pada diare misalnya pada penderita HIV tidak memberikan hasil yang lebih baik dari placebo, namun pemberian absorben masih direkomendasikan. Mekanisme kerja secara umum dari adsorben adalah melapisi permukaan mukosa pada dinding saluran pencernaan sehingga toksin dan mikroorganisme tak bisa masuk menembus dan merusak mukosa. Selain itu, absorben juga mengikat bakteri penyebab atau racun, yang kemudian dieliminasi melalui tinja.

3. Bismuth subsalicylate

 Bismuth subsalicylate menunjukkan efek terapi melalui efek anti-inflammasi oleh salicylic acid, juga antibiotik ringan oleh bismuth

4. Kaolin dan Pectin

 Mekanisme kerja dari obat ini adalah dengan merubah viskositas feses sehingga nampak lebih kental.

      5. Kemoterapeutika: untuk diare karena kolera, disentri basiler, infeksi campylobacter,

infeksi protozoa, misalnya: antibiotika (amoksisilin, ampisilin, kloramfenikol, tetrasiklin, metronidazol), sulfonamide (sulfisoksazolum dan trimethoprim), dan senyawa kinolon (siprofloksasin).

      6. Obstipansia untuk terapi simptomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa cara, yaitu:

a. Zat-zat penekan peristaltic (spasmolitica) sehingga memberikan waktu lebih banyak untuk resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus. Contoh: candu dan

alkaloidanya, derivate petidin (loperamida), papaverin, dan antikolinergik

(atropine, ekstrak beladon).

b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak

(tannin) dan tanalbumin, garam-garam bismuth dan aluminium

(2019.” Obat-Obat Yang Sering Digunakan Dalam Pengobatan Diare”. http://dandiagus08.blogspot.com/2017/03/obat-obat-yang-sering-digunakan-dalam.html.)

(Sanur Paradise.Farmakologi antidiare.Bali:2014)

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwia4bq99IHwAhWXV30KHRlzDF0QFjAAegQIAxAD&url=http%3A%2F%2Frepository.wima.ac.id%2F5117%2F2%2FBAB%25201.pdf&usg=AOvVaw0XQKYdYfODEO60zkaWD7zE

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Farmakologi-Komprehensif.pdf


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESEP, COPY RESEP DAN ETIKET

MERKURI

OBAT ANTIHISTAMIN