OBAT ANTIHISTAMIN

 OBAT ANTIHISTAMIN


A. HISTAMIN

Histamin dihasilkan bakteri yang mengkontaminasi ergot. Pada awal abad ke-19, histamine dapat diisolasi dari jaringan hati dan paru-paru. Histamin juga ditemukan pada berbagai jaringan tubuh, oleh karena itu disebut histamine (histos = jaringan). Meskipun didapat perbedaan diantara spesies, pada manusia histamine merupakan mediator yang penting pada reaksi alergi tipe segera (immediate) dan reaksi inflamasi. Selain itu, histamine memiliki peran penting dalam sekresi asam lambung, berfungsi sebagai suatu neurotransmitter dan neuromodulator. Histamin merupakan 2-(4-imidazolil) etilamin yang terdapat baik pada tanaman maupun jaringan hewan serta merupakan komponen dari beberapa racun dan secret sengatan binatang.

Histamin dibentuk dari asam amino L-histidin dengan cara dekarboksilasi oleh enzim histidin dekarboksilase, dan memerlukan piridoksal fosfat sebagai kofaktor. Hampir semua jaringan memiliki histamine dalam keadaan terikat dan inaktif, terutama terdapat dalam ‘mast cells” (Inggris. mast = menimbun) yang penuh dengan histamine dan zat-zat mediator lain. Mast-cells banyak ditemukan di bagian tubuh yang bersentuhan dengan dunia luar, yaitu di kulit, mukosa mata, hidung, saluran nafas (bronkhia, paru-paru), usus. Dalam keadaan bebas aktif juga terdapat dalam darah dan otak. Di luar tubuh manusia histamine terdapat dalam bakteri, tanaman (bayam, tomat), dan makanan (keju tua).

Histamin dapat dibebaskan dari mast-cells oleh bermacam-macam factor, misalnya oleh suatu reaksi alergi (penggabungan antigen-antibody) dari zat-zat kimia dengan daya membebaskan histamine (histamine liberators), misalnya racun ular/tawon, enzim proteolitis dan obat-obat tertentu (morfin dan kodein, tubokurarin, klordiazepoksida), kecelakaan dengan cedera serius dan sinar uv dari matahari.

B. REAKSI ALERGI

Reaksi alergi (Latyn, alergi = berlaku berlainan) atau dengan kata lain disebut hiper sensitivitas pada 1906 dicetuskan oleh Von Pirquet yang menggambarkan reaktivitas khusus dari tuan rumah (host) terhadap suatu unsur eksogen, yang timbul pada kontak ke dua kali atau berikutnya. Reaksi hiper sensitivitas ini meliputi sejumlah peristiwa auto-imun dan alergi serta merupakan kepekaan berbeda terhadap suatu antigen eksogen atas dasar proses imunologi. Pada hakikatnya reaksi imun tersebut, walaupun bersifat “merusak”, berfungsi melindungi organisme terhadap zat-zat asing yang menyerang tubuh.

Apabila suatu protein asing (antigen) masuk ke dalam darah seseorang yang berbakat thipersensitif, maka limfosit-B akan membentuk antibodies dari tipe IgE (disamping IgG dan IgM). IgE ini juga disebut regain, mengikat diri pada membrane mast-cells tanpa menimbulkan gejala. Apabila antigen (elergen) yang sama atau yang mirip rumus bangunnya memasuki darah lagi, maka IgE akan mengenalinya dan mengikat padanya. Hasilnya adalah suatu reaksi alergi akibat pecahnya membran mast-cell (degranulasi). Sejumlah sel perantara (mediator) dilepaskan, yaitu histamine beserta serotonin, bradikinin dan asam arakhidonat (yang kemudian diubah menjadi prostaglandin dan leukotriene). Zat-zat itu menarik macrofag dan netrofil ke tempat infeksi untuk memusnahkan penyerbu. Di samping itu, juga mengakibatkan gejala vasodilatasi pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas membrane (pembengkakan), berakibat lekosit mudah bergerak. Salah satu ciri peradangan adalah demam (latyn, calor), yang mengakibatkan perbanyakan organisme menurun serta aktivitas sel tangkis meningkat. Mediator tersebut secara langsung atau melalui saraf otonom menimbulkan bermacam-macam penyakit alergi penting seperti asma, rhinitis alergica (hay-fever), dan eksim.

Reaksi alergi dapat digolongkan berdasarkan prinsip kerjanya dalam 4 tipe hipersensitivitas, yaitu:

1. Tipe I: gangguan alergi (reaksi segera, “immediate”) berdasarkan reaksi allergenantibody (IgE), disebut juga alergi atopis atau reaksi anafilaksis, terutama berlangsung di saluran napas (serangan polinosis, rhinitis, asma) dan di kulit (eksim resam = dermatitis atopis) jarang di saluran cerna (alergi makanan) dan di pembuluh darah (shock-anafilaksis). Mulai reaksinya cepat, dalam waktu 5-20 menit setelah terkena allergen. Gejalanya bertahan lebih kurang 1 jam.

2. Tipe II, autoimunitas (reaksi sitolitis). Antigen yang terikat pada membrane sel bereaksi dengan IgG atau IgM dalam darah, komplek IgG-antigen menyebabkan komplemen aktif yang menyebabkan sel musnah (cytos = sel, lysis = melarut). Reaksi terutama berlangsung di sirkulasi darah. Contohnya gangguan autoimun akibat obat, misalnya anemia hemolitis (akibat penisilin), agranulositosis (akibat sulfonamide), arthritis rheumatic, SLE (systemic lupus erythematodes) akibat hidralazin atau prokainamida. Reaksi autoimun jenis ini umumnya sembuh dalam waktu beberapa bulan setelah obat dihentikan. Timbulnya penyakit autoimun adalah bila sistem imun tidak mengenali jaringan tubuhnya sendiri dan menyerangnya. Gangguan ini bercirikan terdapatnya auto-antibodies atau sel-sel T autorekatif dan lazimnya dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan organ spesifik (anemia perniciosa, Addison’s disease) dan nonorgan spesifik (mis SLE, MS dan rema).

3. Tipe III, gangguan imun-kompleks (reaksi Arthus). Pada peristiwa ini, antigen dalam sirkulasi bergabung terutama dengan IgG menjadi suatu imun kompleks, yang diendapkan pada endotel pembuluh. Di tempat itu sebagai respons terjadi peradangan, yang disebut penyakit serum yang bercirikan urticaria, demam, dan nyeri otot serta sendi. Reaksinya dimulai 4-6 jam setelah terpapar dan lamanya 6-12 hari. Obat-obat yang dapat menginduksi reaksi ini adalah sulfonamide, penisilin, dan iodide. Imun kompleks dapat terjadi di jaringan yang menimbulkan reaksi local (Arthus) atau dalam sirkulasi (gangguan sistemik).

4. Tipe IV (reaksi lambat, ‘delayed’). Antigen terdiri dari suatu kompleks hapten + protein, yang bereaksi dengan T-limfosit yang sudah disensitisasi. Limfokin tertentu (= sitokin dari limfosit) dibebaskan, yang menarik makrofag dan netrofil sehingga terjadi reaksi peradangan. Proses penarikan ini disebut kemotaksis. Mulai reaksinya sesudah 24-48 jam dan bertahan beberapa hari. Contohnya adalah reaksi tuberculin dan dermatitis kontak. Hanya tipe IV berdasarkan imunitas seluler. Tipe I-III berkaitan dengan immunoglobulin dan imunitas humoral (Lat. humor = cairan tubuh).

C. GANGGUAN ALERGI ATAS DASAR IgE

Gangguan alergi dan penyebabnya:

1. Alergi makanan: ikan, udang, kerang, daging babi, putih telur, dan susu sapi, zat-zat tambahan.

2. Eksim terdiri dari 2 jenis:

a. Atopis (= dermatitis atopis, timbul pada individu yang berdasarkan keturunan terdisposisi), misalnya alergi makanan, muncul pada bayi, lalu membaik dengan bertambahnya usia, dapat muncul lagi pada usia dewasa dalam bentuk asma, rhinitis atau alergi makanan. Contoh allergen: putih telur, kacang tanah, susu sapi. Pengobatan: salep/krem mengandung Liquor Carbonis Detergens yang berkhasiat antiradang dan anti gatal, kalau perlu digunakan krim kortikosteroid (hidrokortison 1-2%, triamcinolone 0,05-0,1%.

b. Kontak (alergi lambat): berdasarkan reaksi alergi lambat (Tipe IV) berkaitan dengan pekerjaan, perhiasan atau benda yang digunakan perhiasan, zat kimia (formaldehid, cat rambut, zat warna), obat (perubalsem, kloramfenikol), minyak wangi dan zat pengawet dalam kosmetika. Penanganan: menghindari allergen penyebab dan mengobati gejalanya dengan krem kortikosteroida.

3. Asthma bronchiale

Peningkatan jumlah granulosit eosinofil dalam darah dan ludahnya. Pernapasan dipersulit oleh penyempitan bronkhia akibat reaksi antigen-IgE dan terlepasnya mediator dengan efek bronkhokontriksi, pembengkakan mukosa, banyak dahak dan kejang-kejang. Lihat obat-obat asma.

4. Rhinitis Alergika (demam merang = hay fever)

Adalah radang mukosa hidung yang paling sering terjadi, sering kali disertai radang selaput ikat mata (conyunctivitis). Gejalanya: selesma berat, banyak ingus dan air mata, bersin, hidung mampat, dan gatal-gatal di sekitar mata dan hidung. Umumnya gejala bertahan lebih dari 4 Minggu atau sering kambuh. Terutama diderita pada 5-45 tahun da sesudahnya dapat  Farmakologi  214 berkurang atau hilang dengan sendirinya. Penyebabnya: polen, debu rumah, tungau, spora jamur, serpihan kulit binatang atau bahan makanan.

Pencegahannya:

1. Jauhkan alergen inhalasi.

2. Bersihkan rumah dari debu.

3. Ganti kasur kapuk dengan busa.

4. Cegah degranulasi mast-cells dg kromoglikat dan nedokromil.

5. Hiposensibilisasi (desensitisasi): suntikan s.k. alergen (ekstrak pollen, tungau, debu rumah, serpihan kulit binatang dan racun tawon: dicapai dengan hasil baik) dalam jumlah meningkat berguna mengurangi kepekaan pada allergen tertentu. Mengurangi respons dari IGe dan mengalihkannya menjadi IgG.

6. Pengobatan dengan: Antihistaminika-H1, dekongestiva (mengurangi pengembangan mukosa, adrenergika ksilometazolin dan oksimetazolin dalam bentuk tetes hidung atau oral), kortikosteroida inhalasi.

D. ATIHISTAMIN

 Antihistamin adalah kelompok obat-obatan yang digunakan untuk mengobati reaksi alergi, seperti rinitis alergi, reaksi alergi akibat sengatan serangga, reaksi alergi makanan, urtikaria atau biduran. Tidak hanya alergi, antihistamin juga kerap digunakan untuk mengatasi gejala mual atau muntah yang biasanya diakibatkan oleh mabuk kendaraan.

Antihistamin bekerja dengan cara memblokir zat histamin yang diproduksi tubuh. Zat histamin, pada dasarnya berfungsi melawan virus atau bakteri yang masuk ke tubuh. Ketika histamin melakukan perlawanan, tubuh akan mengalami peradangan. Namun pada orang yang mengalami alergi, kinerja histamin menjadi kacau karena zat kimia ini tidak lagi bisa membedakan objek yang berbahaya dan objek yang tidak berbahaya bagi tubuh, misalnya debu, bulu binatang, atau makanan. Alhasil, tubuh tetap mengalami peradangan atau reaksi alergi ketika objek tidak berbahaya itu masuk ke tubuh.

Ada dua jenis antihistamin, yaitu antihistamin generasi pertama dan generasi kedua. Antihistamin generasi pertama lebih menyebabkan rasa kantuk dibandingkan dengan generasi kedua.

E. PENGGOLONGAN OBAT ANTIHISTAMIN

Berdasarkan mekanisme kerja Antihistamin digolongkan mejadi 3 kelompok yaitu :

• Antagonis H1

Antagonis H1 sering pula disebut antihistamin klasik atau antihistamin H1,adalah senyawa yang dalam kadar rendah da[at menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Penggunaan mengurangi gejala alergi karena musim atau cuaca,misalnya radang selaput lender hidung,bersin,gatal pada mata,hidung dan tenggorokan, dan gejala alergi pada kulit,seperti pruritik,urtikaria,ekzem,dan dermatitis.Selain itu antagonis H1 juga digunakan sebagai antiemetik,antimabuk,antiparkinson,antibatuk,sedative,antipisikotif dan anastesi setempat. Antagonis H1 kurang efektif untuk pengobatan asma bronchial dan syok anafilatik. Kelompok ini menimbulkan efek potensial dengan alcohol dan obat penekan system saraf pusat lain. Efek samping antagonis H1 antara lain mengantuk,kelemahan otot,gangguan koordinasi pada waktu tidur,gelisah,tremor,iritasi,kejang dan sakit kepala. Secara umum antagonis H1 digunakan dalam bentuk garam HCl,sitrat,fumarat,fosfat,suksinat,tartrat dan maleat,untuk meningkatkan kelarutan dalam air.

• Antagonis H1 Generasi Kedua

Antagonis H1 pada umumnya menimbulkan efek samping sedasi dan mempunyai efek seperti senyawa kolinergik dan dan adrenergic yang tidak diinginkan. Oleh karena itu dikembangkan antagonis H1 generasi kedua.

Antihistamin H1 yang ideal adalah bila bila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Senyawa mempunyai affinitas yang tinggi terhadap reseptor H1

2. Tidak menimbulkan efek sedasi

3. Affinitasnya rendah terhadap reseptor kolinergik dan adrenergic

Contoh :

1. Trefenadin (Hiblorex,Nadane) merupakan antagonis H1 selektif yang relative tidak menimbulkan efek sedasi dan antikolinergik. Senyawa tidak bereaksi dengan dan - reseptor adrenergik,karena tidak mampu menembus darah sawar otak. Trefenadin efektif terhadap pengobatan alergi rinitis musiman,pruritik dan uritrakia kronik.Absoropsi obat dalam saluran cerna baik dan cepat,kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2-3 jam setelah pemberian oral. Awal kerja obat cepat ± 1-2 jam,efeknya mencapai maksimum adalah setelah 3 – 4 jam dan berakhir setelah ± 8 jam. Trefenadin terikat oleh protein plasma ± 97%,dengan waktu paro eliminasi 20 -25 jam. Dosis : 60 mg 2dd. Metabolit utama trefenedin adalah feksofenadin (Allegra) yang juga merupakan poten antagonis H1.

2. Akrivastin (semprex),senyawa analog tripolidin yang mempunyai lipoflitas lebih rendah karena mengandung gugus asam akrilat.Penurunan lipofilitas menyebabkan senyawa sulit menembus sawar darah di otak,sehingga tidak menimbukan efek samping sedasi,menurunkan massa kerja obat (waktu paro = 1,7 jam) dan awal kerja obat menjadi lebih cepat 1-2 jam.Akrivastin digunakan untuk alergi kulit yang kronis Dosis : 8 mg 3 dd.

3. Astemizol (Hismanal,Scantihis) adalah antagonis –H1 selektif yang kuat dan relatife tidak menimbulkan efek penekan system saraf pusat (sedasi) karena tidak mampu menembus sawar darah di otak. Massa kerjanya sangat panjang,waktu paro 20 jam,dan tidak menimbulkan efek kolinergik.Astemizol efektif untuk menekan gejala alergi rinitis, konjugtivitas dan urtikaria akut. Absoropsi obat dalam saluran cerna baik dan cepat,kadar plasma tertinggi dicapai dalam 0,5 – 1 jam setelah pemberian oral.Pemberian dosis tunggal dapat menekan gejala reaksi alergi selama 24 jam Dosis : 10 mg 1 dd.

4. Loratadin (Claritin) adalah antihistamin trisiklik turunan azatidin yang poten,mempunyai masa kerja panjang dengan aktivitas antagonis perifer yang selektif. Efek sedasi dan antikolinergiknya rendah. Loratadin digunakan untuk meringkan gejala alergi rinitis,urtikari kronik dan lain – lain kelainan alergi dermatologis.

5. Seterizin adalah turunan benzihidril piperazin yang mengandung gugus etoksi karboksilat,mempunyai masa kerja panjang dengan aktivitas antagonis perifer yang selektif.Efek sedasi dan antikolinergiknya rendah.

• Antagonis H2

Antagonis H2 adalah senyawa yang menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor H2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung .Secara umum digunakan untuk penyakit tukak lambung dan usus.Efek samping antagonis H2 antara lain adalah diare,nyeri otot dan kegelisahan. Mekanisme kerja sekresi asam lambung dipengaruhi oleh histamin gastrin dan asetilkolin.Antagonis H2 menghambat secara langsung kerja histamin pada sekresi asam (efikasi intrinsic) dan menghambat secara langsung kerja histamin pada sekresi asam,yang dirangsang oleh gastrin atau asetilkolin Iefikasi potensiasi).Jadi histamin memiliki efikasi intrinsik dan efikasi potensiasi,sedang gastrin dan asetilkolin hanya mempunyai efikasi potensiasi.Hal ini berarti bahwa histamin yang dapat meningkatkan sekresi asam, sedang gastrin atau asetilkolin hanya meningkatkna sekresi asam karena efek potensiasinya dengan histamin.

Contoh :

1. Semitidin (Cimet, Corsamet, Nulcer, Tagamet, Ulcadine), merupakan antagonis kompetitif histamin pada reseptor H2 dari sel parietal sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung. Simetidin juga memblok sekresi asam lambung yang disebabkan karena rangsangan makanan,asetilkolin,kafein dan insulin.Simetidin digunakan untuk pengobatan tukak lambung atau usus dan keaddan hipersekresi yang patologis,misal sindrom Zollinger-Elisson.Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah diare,pusing,kelelahan dan rash.Keadaan kebingungan ginakomastia dan impotensi juga dapat terjadi tetapi bersifat terpulihkan.Absoropsi Obat dalam saluran cerna cepat kadar plasma tertinggi dicapai 1 jam bila diberikan dalam keadaan lambung kosong dan 2 jam bila diberikan bersama – sama dengan makanan .Jadi pemberian simetidin sebaiknya bersama – sama dengan makanann karena dapat menghambat absoropsi obat sehingga memperpanjang masa kerja obat.Waktu paronya ± 2 jam.Dosis : 200 mg 3 dd, pada waktu maka dan 400 g sebelum tidur

2. Ranitidin HCl (Ranin, Ranatin, Ranatac, Zantac, Zantadin), merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor H2 sehingga secara epektif dapat menghambat sekresi asam lambung, menekan kadar asam dan volume sekresi asam. Diabsoropsi 39% -87%. Ranitidin mempunyai masa kerja cukup panjang, pemberia dosis 150 mg efektif menekan sekresi asam lambung selama 8 – 12 jam. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2 – 3 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro eliminasi 2 – 3jam Dosis : 150 mg 2 dd atau 300 mg sebelum tidur.

3. Famotidin ( Facid, Famocid, Gaster, Ragastin, Restidin), merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor H2 sehingga secara epektif dapat menghambat sekresi asam lambung,menekan kadar asam dan volume sekresi asam.Absoropsi famotidin dalam saluran cerna tidak sempurna ± 40 – 45% dan pengikatan protein relative rendah ± 15 -22 % .Kadar plasma tertinggi dicapai 1-3 jam setelah pemberian oral,waktu paro eliminasi 2,5 – 4 jam dengan masa kerja obat ±12 jam Dosis 20 mg 2 dd atau 40 mg sebelum tidur.

F. SPESIALITE OBAT ANTIHISTAMIN

Obat-obat antihistamin generasi pertama adalah:

• Chlorpheniramine

• Cyproheptadine

• Triprolidine

• Hydroxyzine

• Ketotifen

• Mebhydrolin

• Promethazine

• Dimethindene maleate

Sedangkan obat-obat antihistamin generasi kedua adalah:

• Desloratadine

• Fexofenadine

• Levocetirizine

• Cetirizine

• Terfenadine

• Loratadine.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESEP, COPY RESEP DAN ETIKET

MERKURI