PENGEMBANGAN OBAT BARU
Mengacu pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Laksana dan Penilaian Obat Pengembangan Baru.
Sebelum dipasarkan di Indonesia, suatu
obat baru akan melalui proses pengembangan yang panjang, mulai dari konsep
pengembangan obat baru, pengembangan zat aktif, proses pembuatan, metode
analisis dan pengujian non-klinik, sampai dengan program uji klinik yang
merupakan tahapan pembuktian keamanan, khasiat dan mutu obat pada manusia yang
datanya akan digunakan untuk registrasi obat tersebut.
Obat Pengembangan Baru, yang selanjutnya
disingkat OPB, adalah obat atau bahan obat berupa molekul baru, produk
biologi/bioteknologi yang sedang dikembangkan dan dibuat oleh institusi riset
atau industri farmasi di Indonesia dan/atau di luar negeri untuk digunakan
dalam tahapan uji non-klinik dan/atau uji klinik di Indonesia dengan tujuan
untuk mendapat izin edar di Indonesia.
OPB akan melalui tahapan non-klinik dan
uji klinik sebelum memasuki tahapan registrasi obat. Pada tahapan non-klinik,
dilakukan pengujian non-klinik obat yang meliputi uji in vitro dan in vivo pada
hewan, serta melakukan karakterisasi dan validasi terhadap OPB yang diproduksi
dalam skala laboratorium menggunakan tahapan proses yang telah ditetapkan untuk
pembuatan skala pilot. Jika OPB dilakukan oleh institusi riset, maka pada saat
memasuki proses OPB, institusi riset tersebut paling sedikit harus memiliki
fasilitas pembuatan yang memenuhi persyaratan CPOB untuk dapat melakukan skala
pilot dan atau harus bekerja sama dengan industri farmasi untuk pembuatan OPB
skala besar sesuai CPOB. Saat OPB masuk ke tahapan uji klinik, OPB harus mulai
diproduksi ke skala yang lebih besar di fasilitas yang memenuhi CPOB, mulai
dari skala pilot sampai ke skala komersial dimana produk sudah dikarakterisasi.
Pada tahapan ini, pelaksanaan uji klinik OPB harus memperhatikan aspek-aspek
Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) sebagai bentuk perlindungan kepada subjek uji
klinik. Setelah tahapan uji klinik dilakukan, OPB akan memasuki tahapan
registrasi obat untuk memperoleh nomor izin edar (NIE). Setelah memiliki NIE,
tidak menutup kemungkinan suatu OPB melalui uji klinik pasca pemasaran, umumnya
uji klinik untuk konfirmasi keamanan suatu OPB.
Pengawalan Badan POM untuk OPB dimulai
ketika OPB memasuki tahapan uji klinik, namun apabila diperlukan institusi
riset atau industri farmasi dapat melakukan komunikasi di tahapan non-klinik
(Pra-OPB), sebagai tahap komunikasi paling awal sebelum dan atau setelah uji
non klinik dilakukan. Tahap Pra-OPB dapat diabaikan dan pengembang produk dapat
langsung mengajukan penilaian OPB apabila Pra-OPB telah sesuai ketentuan.
Jadi Uji Non-klinik adalah studi biomedik
yang tidak dilakukan pada subjek manusia yang meliputi pengujian in vivo dan in
vitro, yang dilakukan sebelum uji klinik dan dapat dilanjutkan selama
pengembangan klinik (uji toksisitas potensial). Sedangkan Uji Klinik adalah
kegiatan penelitian dengan mengikutsertakan subjek manusia disertai adanya
intervensi produk uji, untuk menemukan atau memastikan efek klinik,
farmakologik dan/atau farmakodinamik lainnya, dan/atau mengidentifikasi setiap
reaksi yang tidak diinginkan, dan/atau mempelajari absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi dengan tujuan untuk memastikan keamanan dan/atau
efektifitas produk yang diteliti.
Penilaian Obat Pengembangan Baru
Penilaian OPB adalah tahapan penilaian
pengembangan obat baru yang meliputi pengembangan mutu obat/CMC (Chemistry
Manufacturing and Control) termasuk pengembangan zat aktif, proses pembuatan,
metode analisis; pengujian non-klinik; dan penilaian program uji klinik
termasuk protokol uji klinik.
Penilaian OPB terdiri dari:
1. Pra-OPB
Pra-OPB merupakan pertemuan awal
pengembang produk dengan Badan POM sebelum pengajuan OPB. Pada tahap ini, Badan
POM melakukan pembahasan bersama pengembang produk mengenai konsep OPB,
rasional desain uji klinik atau topik lain yang dibutuhkan.
2. Pengajuan
OPB
Setelah dokumen pengajuan OPB diterima,
Badan POM memberi Nomor Identitas.Jika pada saat Penilaian OPB tersedia
informasi baru, maka informasi tersebut dapat ditambahkan sebagai amandemen.
3. Pengawasan
Pelaksanaan Uji Klinik
Setelah ada persetujuan pelaksanaan uji
klinik pada Pengajuan OPB, pengembang produk dapat mengajukan uji klinik fase
selanjutnya secara terpisah.
4. Kajian
dalam Rangka Registrasi Obat
Setelah tahapan uji klinik yang tercantum
pada program pengembangan klinik telah selesai maka dilakukan proses registrasi
obat dengan pengkajian khasiat, keamanan dan mutu serta pembahasan
risiko-manfaat yang dilakukan oleh tim registrasi obat dan Tim Komite Nasional
mengikuti pedoman dan peraturan registrasi obat yang berlaku.
5. Pelaporan
Proses Obat Pengembangan Baru
Pengembang produk wajib menyerahkan
laporan setiap tahun kepada Badan POM mengenai perkembangan proses OPB.
Komentar
Posting Komentar